Hari Soelistijono saat ditemui di GOR Bulu Tangkis 707 Sungon, Suko, Sidoarjo Kota, MingguHari Soelistijono saat ditemui di GOR Bulu Tangkis 707 Sungon, Suko, Sidoarjo Kota, Minggu

Membela Jawa Timur di Pekan Olahraga Nasional (PON) di cabang olahraga bulu tangkis bukan hal mudah. Persaingan sangat ketat antarm pebulu tangkis sangat terasa. Tapi, seorang Hari Soelistijono mampu melakukanya dua kali.

Sidiq Prasetyo I PINGGIR LAPANGAN

Hari Soelistijono saat ditemui di GOR Bulu Tangkis 707 Sungon, Suko, Sidoarjo Kota, Minggu (6/4/2025)

JALANNYA sudah tidak lagi tegap. Badannya pun sudah mulai mekar. Orang yang tak mengenalnya pasti tidak menyangka jika lelaki tersebut dulunya adalah mantan pebulu tangkis andalan Jawa Timur di tingkat nasional.

‘’Saya angkatannya Alan Budikusuma dan Agus Dwi Santoso. Keduanya serius menekuni bulu tangkis tapi saya memilih bekerja sampai pensiun tahun lalu,’’ kata Hari Soelistijono, lelaki yang ditemui PINGGIR LAPANGAN di Lapangan Bulu Tangkis 707 di Dusun Sungon, Desa Suko, Kecamatan Sidoarjo Kota, Kabupaten Sidoarjo, pada Minggu siang (6/4/2025).

Alan yang dimaksud adalah Alan Budikusuma. Dia merupakan peraih emas bulu tangkis nomor tungal putra di Olimpiade Barcelona 1992. Sedang Agus adalah mantan pelatih Tim Piala Thomas Indonesia saat juara 2001 yang pernah menjadi pelatih nasional di beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, dan India.

Di masa jayanya sebagai atlet, kemampuan Hari atau yang di wilayah Sidoarjo lebih terkenal disapa Leo tersebut tidak kalah dari Alan dan Agus. Bahkan, ketiganya pernah berada dalam satu tim saat membela Jawa Timur di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON).

‘’Saya membela Jatim di PON sebanyak dua kali pada 1985 dan 1989. Saya turun di tunggal,’’ ungkap Leo.

Menurutnya, dia oleh manajer PON kala itu, Ferry Stewart, dipercaya sebagai tunggal kedua setelah Alan. Sayang, selama dua kali membela Jatim, dia gagal mempersembahkan medali emas.

‘’Dua kali ikut PON, saya dapat perunggu. Di beregu putra dan ganda putra,’’ kenang lelaki yang kini tinggal di Magersari, Sidoarjo Kota, tersebut.

Salah satu yang diingatnya, pebulu tangkis yang mengalahkannya di nomor perorangan adalah Hermawan Susanto. Leo menyerah di babak perempat final.

Meski bukan tunggal pertama, Leo selalu mengingat pertemuan dengan Alan. Keduanya selalu bersaing sejak masih anak-anak hingga dewasa. Kenangnya, dia dan peraih emas pertama Indonesia di tingkat olimpiade itu selalu saling mengalahkan.

‘’Tapi saat dia sudah di Pelatnas PBSI, kami jarang bertemu. Dia menjadi pebulu tangkis top sedang saya menjadi pegawai bank,’’ lanjut Leo.

Diakuinya, dia bisa masuk menjadi pegawai bank, tepatnya Bank Rakyat Indonesia atau BRI, juga karena bulu tangkis. Ketika itu, usai PON 1989, BRI menjari atlet yang disiapkan untuk membela di Pekan Olahraga Antar-Bank atau Porbank.

‘’Saya langsung terima karena usia sudah tidak muda lagi. Setelah itu, saya hanya main biasa tak mengejar prestasi,’’ ucap Leo.

Di BRI, dia sudah pindah ke beberapa tempat. Sebelum pensiun 2024, Leo menduduki kepala unit BRI di Krian.

‘’Kesibukan kerja juga yang membuat saya juga mulai jarang bermain bulu tangkis. Kerja Senin sampai Sabtu, sudah capek untuk ke lapangan bulu tangkis,’’ ujar Leo.

Apalagi, beberapa tahun lalu, dia sempat terkena stroke ringan. Leo mulai pengobatan ke beberapa tempat, bahkan sampai ke Jawa Tengah.

‘’Alhamdulillah sudah membaik meski setelah sakit untuk bermain lagi sudah gak seperti dulu,’’ katanya.

Kini, setelah pensiun, Leo kembali ke lapangan bulu tangkis. Hanya, bukan sebagai pemain atau pelatih, dia lebih suka menjadi penonton.

Namun, kenangan pernah satu tim dan mengalahkan seorang peraih emas olimpiade akan selalu dikenang. (*)

By Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *